liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
liveslot168
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
Cocol88
bosswin168
bosswin168 login
bosswin168 login
bosswin168 rtp
bosswin168 login
bosswin168 link alternatif
boswin168
bocoran rtp bosswin168
bocoran rtp bosswin168
slot online bosswin168
slot bosswin168
bosswin168 slot online
bosswin168
bosswin168 slot viral online
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
cocol88
lotus138
bosswin168
bosswin168
maxwin138
master38
master38
master38
mabar69
mabar69
mabar69
mabar69
master38
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
cocol77
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
ronin86
cocol77
ronin86
cocol77
cocol77
cocol77
maxwin138
Pergi Merantau, Sampai Jakarta Jadi Raja Restoran Padang RI

Jakarta, CNBC Indonesia – Masa kecil Bustamam tidak seperti anak-anak lain seusianya. Pria kelahiran 1942 ini menghabiskan 10 tahun pertama hidupnya dirundung nasib buruk. Ketika dia berusia 6 tahun, ibunya meninggal. Sejak saat itu ayahnya menikah lagi dan pergi ke tempat lain. Alhasil, ia tinggal berdua dengan saudara-saudaranya di Desa Lintau Buo, Tanah Datar. Sayangnya, empat tahun kemudian rumah yang ditinggalinya itu hancur diterjang longsor.

Pada Februari 1954, ayahnya tiba-tiba datang mengajak Bustamam pergi ke Riau. Di tanah perantauan pertamanya ia menjadi petani karet untuk menghidupi keluarganya. Namun, dia tidak lama berada di Riau. Setelah itu Bustamam diajak saudaranya ke Jambi. Disinilah perjalanan hidup yang sebenarnya dimulai.

Seperti yang dijelaskan Hasril Chaniago dalam Kisah Hidup Haji Bustamam, Pendiri Restoran Sederhana (2019), pada tahun 1955, atau saat berusia 13 tahun, ia bekerja sebagai sopir angkot. Teriknya matahari tidak mematahkan langkahnya mencari uang. Setelah menjadi sopir bus angkutan umum, ia mencoba berjualan rokok.

IKLAN

GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN

Di Jambi, banyak buruh menjadikan rokok sebagai “teman” mereka. Alhasil, ini menjadi peluang bisnis yang sangat besar bagi Bustamam. Ia menjual rokok Dji Sam Soe 234 dan laris manis. Hingga akhirnya ia bisa membeli barang baru dari usaha rokok tersebut. Namun karena konflik di Jambi, ia beralih bekerja di rumah makan Padang milik teman kakaknya pada tahun 1960-an.

Di sana, Bustamam banyak membantu. Mulai dari mencuci piring, memasak, pramusaji, hingga membeli bahan makanan. Warung Padang disebut “Sederhana”. Bekerja di Kesederhanaan membuatnya memahami seluk beluk bisnis restoran. Setelah itu, ia semakin mantap untuk hidup dari warung makan ke warung makan lainnya. Dengan modal itu, ia nekad merantau ke ibu kota yang kehidupannya dianggap lebih menantang.

Mengutip buku Sukses Usaha Rumah Makan Padang (2009), tahun 1970 ia datang ke Jakarta bersama istri dan anak-anaknya yang masih kecil. Awalnya ia berjualan rokok di Pejompongan sebagai pedagang asongan. Namun karena sering menjadi incaran preman dan incaran Satpol PP, ia memilih usaha warung makan Padang.

Awalnya ia berjualan dari sebuah mobil di pinggir jalan dan di samping selokan yang kotor, di sekitar Bendungan Hilir (Benhil), pada tahun 1972. Nama warungnya adalah “Restoran Rimps (RM). Walaupun kelihatan jorok, dagangannya laku karena enak dan yang paling penting murah. Banyak pekerja menikmati masakan Padang mereka setiap istirahat dari pekerjaan. Uang tunai masuk dengan cepat. Sayangnya, tidak lama kemudian Satpol PP menyita mobilnya. Alhasil, ia memilih menyewa tanah di Benhil, dan lagi-lagi laris manis.

Setelah itu, ia mengembangkan usahanya dengan membuka cabang di RM Singgalang Jaya di Roxy pada tahun 1975 dan RM Sederhana di Pasar Sunan Giri, Rawamangun pada tahun 1978. Berada di tengah keramaian, kedua restoran tersebut laris manis. Semua hidangan gurun terjual habis dalam sekejap. Manfaatnya sangat besar.

Bustamam semakin tergila-gila membuka cabang. Dia telah menemukan target pasarnya sendiri. Baik Simple maupun Singgalang Jaya berbeda dengan RM Padang pada umumnya. Dia besar, dapat menampung hingga 60 kursi, bersih dan nyaman. Oleh karena itu, sering dikunjungi oleh kalangan menengah ke atas.

Dari tahun 1980 hingga 1990-an, ia memiliki dua kerajaan RM Padang, yaitu RM Singgalang Jaya dan RM Sederhana. RM Singgalang Jaya berlokasi khusus di Matraman, Tanah Abang dan Jatinegara. Sedangkan Mediterania melekat pada cabang Rawamangun dan Benhil.

Namun mulai tahun 1994, semua cabangnya menggunakan Simple RM.

Tidak ada restoran yang kosong. Alias ​​laris manis. Selain memiliki target pasar sendiri, hal ini juga karena memiliki strategi tersendiri untuk membangun cabang berdasarkan adat Minangkabau.

Semua cabang dibuka bukan dengan sistem waralaba, melainkan dengan bagi hasil.

“Dengan sistem bagi hasil, pendapatan karyawan ditentukan oleh restorannya laku atau tidak. Oleh karena itu, mereka harus memiliki tanggung jawab agar restorannya laku. Mereka akan menjaga kualitas, rasa makanan, dan pelayanan yang baik. Mereka akan dengan sadar meningkatkan RM mudah bagi mereka untuk menarik banyak pengunjung,” tulis Hasril Chaniago.

Cara ini terbukti berhasil. Sejak tahun 1990, sudah ada puluhan RM mudah di Jabodetabek. Kini Simple RM memiliki 200 cabang di seluruh Indonesia. Bahkan di luar negeri, seperti Malaysia. Kesuksesan membangun bisnis nasi padang cumi membuat Bustaman layak disebut Rajanya Rumah Makan Padang di Indonesia, bahkan Rajanya Rumah Makan Padang di Asia Tenggara.

[Gambas:Video CNBC]

(mfa/mfa)